Sabtu, 16 September 2017

Cerita Sex janda Kembang 3 In One nikmat banget rasanya Ada gurihnya


Cerita Sex janda Kembang 3 In One nikmat banget rasanya Ada gurihnya Waktu kuliah saya miliki teman dekat karib bernama Yenny. Meskipun belum juga pasti sekali satu tahun bersua namun sejak keduanya sama kami berkeluarga sampai anak-anak tumbuh dewasa, hubungan persahabatan kami tetaplah berlanjut. Paling tidak tiap-tiap bulan kami sama-sama bertelpon. Ada saja problem untuk diomongkan. Satu pagi Yenny telepon kalau dia baru pulang dari Magelang, kota kelahirannya. Dia katakan ada oleh-oleh kecil buat aku. 


Bila saya tidak keluar tempat tinggal, Idang anaknya, juga akan mengantarkannya kerumahku. Ah, repotnya sahabatku, sekian fikirku. Saya sambut senang atas kebaikan hatinya, saya memanglah tidak sering keluar tempat tinggal serta saya menjawab terima kasih untuk oleh-olehnya. Ah, rezeki ada saja, Yenny tentu membawakan getuk, makanan tradisionil dari Magelang kesukaanku. Saya akan tidak keluar tempat tinggal untuk menanti si Idang, yang seingatku telah lebih dari 10 th. saya tidak bersua dengannya. 


Mendekati tengah hari satu jeep Cherokee masuk ke halaman rumahku. Kuintip dari jendela. Dua orang anak tanggung turun dari jeep itu. Mungkin saja si Idang datang dengan rekannya. Ah, jangkung bener anak Yenny. Saya buka pintu. Dengan satu bingkisan si Idang naik ke teras rumah 


“Selamat siang, Tante. Ini titipan ibu untuk Tante Erna. Kenalin ini Bonny rekan saya, Tante”. Idang menyerahkan kiriman dari mamanya serta memperkenalkan rekannya padaku. Saya sambut senang mereka. Oleh-oleh Yenny serta segera saya taruh di almari es-ku agar tidak basi. Saya kagum waktu lihat anak Yenny yang telah sekian gede serta jangkung itu. Dengan style baju serta rambutnya yang trendi benar-benar bagus anak sahabatku ini. Demikian juga si Donny rekannya, mereka berdua yaitu pemuda-pemuda masa saat ini yang begitu tampan serta simpatik. Ah, anak zaman saat ini, mungkin saja karna alur makannya telah maju perkembangan mereka jadi subur. Mereka saya ajak masuk ke tempat tinggal. Kubuatkan minuman buat mereka. 


Kuperhatikan mata si Donny agak nakal, dia pelototi bahuku, buah dadaku, leherku. Matanya ikuti apa pun yang tengah saya kerjakan, waktu saya jalan, waktu saya ngomong, waktu saya ambil suatu hal. Ah, maklum anak lelaki, bila saksikan wanita yang agak melek, agar telah tuaan jenis saya ini, tetaplah saja matanya melotot. Dia juga pinter ngomong lucu serta banyak nyerempet-nyerempet ke problem seksual. Serta si Idang sendiri suka dengan omongan serta kelakar rekannya. Dia juga sukai nimbrung, nambahin lucu sembari melempar senyuman manisnya. 


Kami jadi banyak tertawa serta cepat sama-sama akrab. Selalu jelas saya suka dengan mereka berdua. Serta mendadak saya terasa berlaku aneh, apakah ini karna perasaan perempuanku atau basic genitku yang tidak sempat hilang mulai sejak masih tetap gadis dahulu, sampai beberapa rekanku seringkali mengatakanku jadi wanita gatal. Serta saat ini perasaan genit jenis itu mendadak kembali ada. 


Mungkin saja hal semacam ini dikarenakan oleh tingkah si Donny yang seolah-olah memberi celah padaku untuk mengulangi beberapa momen masa muda. Peristiwa-peristiwa penuh birahi yang senantiasa mendebarkan jantung serta hatiku. Ah, basic wanita tua yang tidak tahu diri, makian dari hatiku untukku sendiri. Namun gebu libidoku ini sekian cepat menyodok ke darahku serta lebih cepat sekali lagi ke wajahku yang segera merasa bengap kemerahan menahan gejolak birahi mengingat masa laluku itu. 


“Tante, janganlah ngelamun. Cicak jatuh karna ngelamun, lho”. Kami kembali terbahak mendengar kelakar Idang. Serta kulihat mata Donny selalu tunjukkan minatnya pada bebrapa sisi badanku yang masih tetap mulus ini. Serta saya tidaklah heran bila anak-anak muda jenis Donny serta Idang ini suka nikmati penampilanku. Meskipun usiaku yang masuk th. ke 42 saya tetaplah “fresh” serta “good looking”. Saya memanglah sukai menjaga badanku mulai sejak muda. Bisa disebut tidak ada kerutan tanda ketuaan pada bebrapa sisi badanku. Bila saya jalan sama Oke, suamiku, banyak yang menduga saya anaknya atau bahkan juga “piaraan”nya. Kurang asem, tuch orang. 


Serta suamiku sendiri begitu membanggakan kecantikkanku. Bila dia memiliki kesempatan untuk membahas istrinya, seolah-olah berikan iming-iming pada beberapa pendengarnya sampai saya tersipu meskipun dipenuhi rasa bangga dalam hatiku. Sebagian rekan suamiku terlihat seringkali tergoda untuk mengambil pandang padaku. Mendadak saya ada inspirasi untuk menahan ke-2 anak ini. 


“Hai, bagaimana bila kalian makan siang disini. Saya miliki resep masakan yang mudah, cepat serta enak. Sesaat saya masak anda dapat bercakap, baca tuch majalah atau gunakan tuch, computer si oom. Anda dapat main game, internet atau apa yang lain. Namun janganlah mencari yang ‘enggak-enggak’, ya.. ”, saya menawarkan makan siang pada mereka. 


Tanpa ada konsultasi dengan rekannya si Donny segera iya saja. Saya tahu mata Donny menginginkan nikmati sensual badanku lebih lama sekali lagi. Si Idang ngikut saja apa kata Donny. Sesaat mereka buka computer saya ke dapur menyiapkan masakanku. Saya tengah mengiris sayuran saat tahu-tahu Donny telah ada di belakangku. Dia menanyaiku, “Tante dahulu rekan kuliah mamanya Idang, ya. Kok kayanya jauh banget, sich? ”.



“Apanya yang jauh?, aku tahu maksud pertanyaan Donny.“Iya, Tante pantesnya se-umur dengan teman-temanku”.“Gombal, ah. Kamu kok pinter nge-gombal, sih, Don”.“Bener. Kalau nggak percaya tanya, deh, sama Idang”, lanjutnya sambil melototi pahaku.“Tante hobbynya apa?”.“Berenang di laut, skin dan scuba diving, makan sea food, makan sayuran, nonton Discovery di TV”.“Ooo, pantesan”.“Apa yang pantesan?”, sergapku.“Pantesan body Tante masih mulus banget”.Kurang  asem Donny ini, tanpa kusadari dia menggiring aku untuk mendapatkan  peluang melontarkan kata-kata “body Tante masih mulus banget” pada  tubuhku. Tetapi aku tak akan pernah menyesal akan giringan Donny ini.  Dan reaksi naluriku langsung membuat darahku terasa serr.., libidoku  muncul terdongkrak. Setapak demi setapak aku merasa ada yang bergerak  maju. Donny sudah menunjukkan keberaniannya untuk mendekat ke aku dan  punya jalan untuk mengungkapkan kenakalan ke-lelakian-nya.“Ah, mata kamu saja yang keranjang”, jawabku yang langsung membuatnya tergelak-gelak.“Papa kamu, ya, yang ngajarin?, lanjutku.“Ah, Tante, masak kaya gitu aja mesti diajarin”.Ah, cerdasnya anak ini, kembali aku merasa tergiring dan akhirnya terjebak oleh pertanyaanku sendiri.“Memangnya pinter dengan sendirinya?”, lanjutku yang kepingin terjebak lagi.“Iya, dong, Tante. Aku belum pernah dengar ada orang yang ngajari gitu-gitu-an”.Ah, kata-kata giringannya muncul lagi, dan dengan senang hati kugiringkan diriku.“Gitu-gituan gimana, sih, Don sayang?”, jawabku lebih progresif.“Hoo, bener sayang, nih?”, sigap Donny.“Habis kamu bawel, sih”, sergahku.“Sudah sana, temenin si Idang tuh, n’tar dia kesepian”, lanjutku.“Si Idang, mah, senengnya cuma nonton”, jawabnya.“Kalau kamu?”, sergahku kembali.“Kalau saya, action, Tante sayang”, balas sayangnya.“Ya, sudah, kalau mau action, tuh ulek bumbu tumis di cobek, biar  masakannya cepet mateng”, ujarku sambil memukulnya dengan manis.“Oo, beres, Tante sayang”, dia tak pernah mengendorkan serangannya padaku.Kemudian dia menghampiri cobekku yang sudah penuh dengan bumbu yang  siap di-ulek. Beberapa saat kemudian aku mendekat ke dia untuk melihat  hasil ulekannya.“Uh, baunya sedap banget, nih, Tante. Ini bau bumbu yang mirip Tante atau bau Tante yang mirip bumbu?”.


Kurang  asem, kreatif banget nih anak, sambil ketawa ngakak kucubit pinggangnya  keras-keras hingga dia aduh-aduhan. Seketika tangannya melepas  pengulekan dan menarik tanganku dari cubitan di pinggangnya itu. Saat  terlepas tangannya masih tetap menggenggam tanganku, dia melihat ke  mataku. Ah, pandangannya itu membuat aku gemetar. Akankah dia berani  berbuat lebih jauh? Akankah dia yakin bahwa aku juga merindukan  kesempatan macam ini? Akankah dia akan mengisi gejolak hausku?  Petualanganku? Nafsu birahiku?


Aku tidak memerlukan jawaban  terlampau lama. Bibir Donny sudah mendarat di bibirku. Kini kami sudah  berpagutan dan kemudian saling melumat. Dan tangan-tangan kami saling  berpeluk. Dan tanganku meraih kepalanya serta mengelusi rambutnya. Dan  tangan Donny mulai bergeser menerobos masuk ke blusku. Dan tangan-tangan  itu juga menerobosi BH-ku untuk kemudian meremasi payudaraku. Dan aku  mengeluarkan desahan nikmat yang tak terhingga. Nikmat kerinduan birahi  menggauli anak muda yang seusia anakku, 22 tahun di bawah usiaku.


“Tante,  aku nafsu banget lihat body Tante. Aku pengin menciumi body Tante. Aku  pengin menjilati body Tante. Aku ingin menjilati nonok Tante. Aku ingin  ngentot Tante”. Ah, seronoknya mulutnya. Kata-kata seronok Donny  melahirkan sebuah sensasi erotik yang membuat aku menggelinjang hebat.  Kutekankan selangkanganku mepet ke selangkangnnya hingga kurasakan ada  jendolan panas yang mengganjal. Pasti kontol Donny sudah ngaceng banget.


Kuputar-putar  pinggulku untuk merasakan tonjolannya lebih dalam lagi. Donny  mengerang.Dengan tidak sabaran dia angkat dan lepaskan blusku. Sementara  blus masih menutupi kepalaku bibirnya sudah mendarat ke ketiakku. Dia  lumati habis-habisan ketiak kiri kemudian kanannya. Aku merasakan nikmat  di sekujur urat-uratku. Donny menjadi sangat liar, maklum anak muda,  dia melepaskan gigitan dan kecupannya dari ketiak ke dadaku.


Dia  kuak BH-ku dan keluarkan buah dadaku yang masih nampak ranum. Dia  isep-isep bukit dan pentilnya dengan penuh nafsu. Suara-suara erangannya  terus mengiringi setiap sedotan, jilatan dan gigitannya. Sementara itu  tangannya mulai merambah ke pahaku, ke selangkanganku. Dia lepaskan  kancing-kancing kemudian dia perosotkan hotpants-ku. Aku tak mampu  mengelak dan aku memang tak akan mengelak. Birahiku sendiri sekarang  sudah terbakar hebat. Gelombang dahsyat nafsuku telah melanda dan  menghanyutkan aku. Yang bisa kulakukan hanyalah mendesah dan merintih  menanggung derita dan siksa nikmat birahiku.


Begitu hotpants-ku  merosot ke kaki, Donny langsung setengah jongkok menciumi celana  dalamku. Dia kenyoti hingga basah kuyup oleh ludahnya. Dengan nafsu  besarnya yang kurang sabaran tangannya memerosotkan celana dalamku. Kini  bibir dan lidahnya menyergap vagina, bibir dan kelentitku. Aku jadi  ikutan tidak sabar.“Donny, Tante udah gatal banget, nih”.“Copot dong celanamu, aku pengin menciumi kamu punya, kan”.Dan tanpa protes dia langsung berdiri melepaskan celana panjang berikut  celana dalamnya. kontolnya yang ngaceng berat langsung mengayun kaku  seakan mau nonjok aku. Kini aku ganti yang setengah jongkok, kukulum  kontolnya. Dengan sepenuh nafsuku aku jilati ujungnya yang sobek merekah  menampilkan lubang kencingnya. Aku merasakan precum asinnya saat Donny  menggerakkan pantatnya ngentot mulutku. Aku raih pahanya biar arah  kontolnya tepat ke lubang mulutku.“Tante, aku pengin ngentot  memek Tante sekarang”. Aku tidak tahu maunya, belum juga aku puas  mengulum kontolnya dia angkat tubuhku. Dia angkat satu kakiku ke meja  dapur hingga nonokku terbuka. Kemudian dia tusukkannya kontolnya yang  lumayan gede itu ke memekku.


Aku menjerit  tertahan, sudah lebih dari 3 bulan Oke, suamiku nggak nyenggol-nyenggol  aku. Yang sibuklah, yang rapatlah, yang golflah. Terlampau banyak alasan  untuk memberikan waktunya padaku. Kini kegatalan kemaluanku terobati,  Kocokkan kontol Donny tanpa kenal henti dan semakin cepat. Anak muda ini  maunya serba cepat. Aku rasa sebentar lagi spermanya pasti muncrat,  sementara aku masih belum sepenuhnya puas dengan entotannya.


Aku  harus menunda agar nafsu Donny lebih terarah. Aku cepat tarik  kemaluanku dari tusukkannya, aku berbalik sedikit nungging dengan  tanganku bertumpu pada tepian meja. Aku pengin dan mau Donny nembak  nonokku dari arah belakang. Ini adalah gaya favoritku. Biasanya aku akan  cepat orgasme saat dientot suamiku dengan cara ini. Donny tidak perlu  menunggu permintaanku yang kedua. kontolnya langsung di desakkan ke  mem*kku yang telah siap untuk melahap kontolnya itu.


Nah,  aku merasakan enaknya kontol Donny sekarang. Pompaannya juga lebih  mantab dengan pantatku yang terus mengimbangi dan menjemput setiap  tusukan kont*lnya. Ruang dapur jadi riuh rendah.


Selintas  terpikir olehku, di mana si Idang. Apakah dia masih berkutat dengan  komputernya? Atau dia sedang mengintip kami barangkali? Tiba-tiba dalam  ayunan kont*lnya yang sudah demikian keras dan berirama Donny berteriak.“Dang, Idang, ayoo, bantuin aku .., Dang..”.Ah, kurang asem anak-anak ini. Jangan-jangan mereka memang melakukan  konspirasi untuk mengentotku saat ada kesempatan disuruh mamanya untuk  mengirimkan oleh-oleh itu. Kemudian kulihat Idang dengan tenangnya  muncul menuju ke dapur dan berkata ke Donny“Gue kebagian apanya Don?’“Tuh, lu bisa ngentot mulutnya. Dia mau kok”.Duh, kata-kata seronok yang mereka ucapkan dengan kesan seolah-olah aku  ini hanya obyek mereka. Dan anehnya ucapan-ucapan yang sangat tidak  santun itu demikian merangsang nafsu birahiku, sangat eksotik dalam  khayalku. Aku langsung membayangkan seolah-olah aku ini anjing mereka  yang siap melayani apapun kehendak pemiliknya.


Aku  melenguh keras-keras untuk merespon gaya mereka itu. Kulihat dengan  tenangnya Idang mencopoti celananya sendiri dan lantas meraih kepalaku  dengan tangan kirinya, dijambaknya rambutku tanpa menunjukkan rasa  hormat padaku yang adalah teman mamanya itu, untuk kemudian ditariknya  mendekat ke kontolnya yang telah siap dalam genggaman tangan kanannya.  kontol Idang nampak kemerahan mengkilat. Kepalanya menjamur besar  diujung batangnya.


Saat bibirku disentuhkannya  aroma kontolnya menyergap hidungku yang langsung membuat aku kelimpungan  untuk selekasnya mencaplok kontol itu. Dengan penuh kegilaan aku  lumati, jilati kulum, gigiti kepalanya, batangnya, pangkalnya, biji  pelernya. Tangan Idang terus mengendalikan kepalaku mengikuti  keinginannya. Terkadang dia buat maju mundur agar mulutku memompa,  terkadang dia tarik keluar kontolnya menekankan batangnya atau pelirnya  agar aku menjilatinya.


Duh, aku mendapatkan  sensasi kenikmatan seksualku yang sungguh luar biasa. Sementara di  belakang sana si Donny terus menggenjotkan kontolnya keluar masuk  menembusi nonoknya sambil jari-jarinya mengutik-utik dan  disogok-sogokkannya ke lubang pantatku yang belum pernah aku mengalami  cara macam itu. Oke, suamiku adalah lelaki konvensional.


Saat dia  menggauliku dia lakukan secara konvensional saja. Sehingga saat aku  merasakan bagaimana perbuatan teman dan anak sahabatku ini aku merasakan  adanya sensasi baru yang benar-benar hebat melanda aku. Kini 3 lubang  erotis yang ada padaku semua dijejali oleh nafsu birahi mereka. Aku  benar-benar jadi lupa segala-galanya. Aku mengenjot-enjot pantatku untuk  menjemputi kontol dan jari-jari tangan Donny dan mengangguk-anggukkan  kepalaku untuk memompa kontol Idang.“Ah, Tante, mulut Tante sedap  banget, sih. Enak kan, kontolku. Enak, kan? Sama kontol Oom enak mana?  N’tar Tante pasti minta lagi, nih”.Dia percepat kendali tangannya  pada kepalaku. Ludahku sudah membusa keluar dai mulutku. kontol Idang  sudah sangat kuyup. Sesekali aku berhenti sessat untuk menelan ludahku.Tiba-tiba Donny berteriak dari belakang, “Aku mau keluar nih, Tante. Keluarin di memok atau mau diisep, nih?”.


Ah,  betapa nikmatnya bisa meminum air mani anak-anak ini. Mendengar  teriakan Donny yang nampak sudah kebelet mau muncratkan spermanya, aku  buru-buru lepaskan kontol Idang dari mulutku. Aku bergerak dengan cepat  jongkok sambil mengangakan mulutku tepat di ujung kontol Donny yang kini  penuh giat tangannya mengocok-ocok kont*lnya untuk mendorong agar air  maninya cepat keluar.


Kudengar mulutnya terus meracau, “Minum air  maniku, ya, Tante, minum ya, minum, nih, Tante, minum ya, makan spermaku  ya, Tante, makan ya, enak nih, Tante, enak nih air maniku, Tante, makan  ya..”.Air mani Donny muncrat-muncrat ke wajahku, ke mulutku, ke  rambutku. Sebagian lain nampak mengalir di batang dan tangannya. Yang  masuk mulutku langsung aku kenyam-kenyam dan kutelan. Yang meleleh di  batang dan tanganannya kujilati kemudian kuminum pula.


Kemudian  dengan jari-jarinya Donny mengorek yang muncrat ke wajahku kemudian  disodorkannya ke mulutku yang langsung kulumati jari-jarinya itu.  Ternyata saat Idang menyaksikan apa yang dikerjakan Donny dia nggak  mampu menahan diri untuk mengocok-ocok juga kontolnya. Dan beberapa saat  sesudah kontol Donny menyemprotkan air maninya, menyusul kontol Idang  memuntahkan banyak spermanya ke mulutku. Aku menerima semuanya  seolah-olah ini hari pesta ulang tahunku. Aku merasakan rasa yang  berbeda, sperma Donny serasa madu manisnya, sementara sperma Idang  sangat gurih seperti air kelapa muda.


Dasar anak muda, nafsu  mereka tak pernah bisa dipuaskan. Belum sempat aku istirahat mereka  mengajak aku ke ranjang pengantinku. Mereka nggak mau tahu kalau aku  masih mengagungkan ranjang pengantinku yang hanya Oke saja yang boleh  ngentot aku di atasnya. Setengahnya mereka menggelandang aku memaksa  menuju kamarku.Aku ditelentangkannya ke kasur dengan pantatku  berada di pinggiran ranjang. Idang menjemput satu tungkai kakiku yang  dia angkatnya hingga nempel ke bahunya. Dia tusukan kontolnya yang tidak  surut ngacengnya sesudah sedemikian banyak menyemprotkan sperma untuk  menyesaki memekku, kemudian dia pompa kemaluanku dengan cepat kesamping  kanan, kiri, ke atas, ke bawah dengan penuh irama.


Aku  merasakan ujungnya menyentuh dinding rahimku dan aku langsung  menggelinjang dahsyat. Pantatku naik turun menjemput tusukan-tusukan  kontol legit si Idang. Sementara itu Donny menarik tubuhku agar kepalaku  bisa menciumi dan mengisap kontolnya. Kami bertiga kembali mengarungi  samudra nikmatnya birahi yang nikmatnya tak terperi.


Hidungku  menikmati banget aroma yang menyebar dari selangkangan Donny. Jilatan  lidah dan kuluman bibirku liar melata ke seluruh kemaluan Donny.  Kemudian untuk memenuhi kehausanku yang amat sangat, paha Donny kuraih  ke atas ranjang sehingga satu kakinya menginjak ke kasur dan membuat  posisi pantatnya menduduki wajahku. Dengan mudah tangan Donny meraih dan  meremasi susu-susu dan pentilku.


Sementara  hidungku setengah terbenam ke celah pantatnya dan bibirku tepat di bawah  akar pangkal kontolnya yang keras menggembung. Aku menggosok-gosokkan  keseluruhan wajahku ke celah bokongnya itu sambil tangan kananku ke atas  untuk ngocok kontol Donny. Duh, aku kini tenggelam dalam aroma nikmat  yang tak terhingga. Aku menjadi kesetanan menjilati celah pantat Donny.


Aroma  yang menusuk dari pantatnya semakin membuat aku liar tak terkendali.  Sementara di bawah sana Idang yang rupanya melihat bagaimana aku begitu  liar menjilati pantat Donny langsung dengan buasnya menggenjot nonokku.  Dia memperdengarkan racauan nikmatnya,


“Tante,  nonokmu enak, Tante, nonokmu aku entot, Tante, nonokmu aku entot, ya,  enak, nggak, heh?, Enak ya, kontolku, enak Tante, kontolku?”. Aku juga  membalas erangan, desahan dan rintihan nikmat yang sangat dahsyat. Dan  ada yang rasa yang demikian exciting merambat dari dalam kemaluanku.


Aku  tahu orgasmeku sedang menuju ke ambang puncak kepuasanku. Gerakkanku  semakin menggila, semakin cepat dan keluar dari keteraturan. Kocokkan  tanganku pada kontol Donny semakin kencang. Naik-naik pantatku  menjemputi kontol Idang semakin cepat, semakin cepat, cepat, cepat,  cepat.


Dan  teriakanku yang rasanya membahana dalam kamar pengantinku tak mampu  kutahan, meledak menyertai bobolnya pertahanan kemaluanku. Cairan  birahiku tumpah ruah membasah dab membusa mengikuti batang kontol yang  masih semakin kencang menusukki nonokku. Dan aku memang tahu bahwa Idang  juga hendak melepas spermanya yang kemudian dengan rintihan nikmatnya  akhirnya menyusul sedetik sesudah cairan birahiku tertumpah. Kakiku yang  sejak tadi telah berada dalam pelukannya disedoti dan gigitinya hingga  meninggalkan cupang-cupang kemerahan.


Sementara  Donny yang sedang menggapai menuju puncak pula, meracau agar aku  mempercepat kocokkan kontolnya sambil tangannya keras-keras meremasi  buah dadaku hingga aku merasakan pedihnya. Dan saat puncaknya itu  akhirnya datang, dia lepaskan genggaman tanganku untuk dia kocok sendiri  kontolnya dengan kecepatan tinggi hingga spermanya muncrat semburat  tumpah ke tubuhku.


Aku yang tetap penasaran,  meraih batang yang berkedut-kedut itu untuk kukenyoti, mulutku  mengisap-isap cairan maninya hingga akhirnya segalanya reda. Jari-jari  tanganku mencoleki sperma yang tercecer di tubuhku untuk aku jilat dan  isap guna mengurangi dahaga birahiku.


Sore harinya, walaupun aku  belum sempat merasakan getuk kirimannya yang kini berada dalam lemari  esku dengan penuh semangat dan terima kasih aku menelepon Yenny.


“Wah,  terima kasih banget atas kirimannya, ya Yen. Karena sudah lama aku  tidak merasakannya, huh, nikmat banget rasanya. Ada gurihnya, ada  manisnya, ada legitnya”, kataku sambil selintas mengingat kenikmatan  yang aku raih dari Idang anaknya dan Donny temannya.


Yenny  tertawa senang sambil menjawab, “Nyindir, ya. Memangnya kerajinan tanduk  dari Pucang (sebuah desa di utara Magelang yang menjadi pusat kerajinan  dari tanduk kerbau) itu serasa getuk kesukaanmu itu. N’tar deh kalau  aku pulang lagi, kubawakan sekeranjang getukmu”.Aku tersedak dan terbatuk-batuk. Mati aku, demikian pikirku. Ternyata bingkisan dalam kulkas itu bukan getuk kesukaanku.